Jeli Melihat Potensi Daerah, Endang Jadi Pengusaha Tikar Mendong.

Berkat tikar mendong yang merupakan kerajinan masyarakat di tempat asalnya,
Endang Kurniawan sukses banting setir dari seorang guru sekolah dasar
menjadi pengusaha. Kini ia mampu menjual 500 kodi tikar mendong dalam
sebulan dengan omzet ratusan juta.

Hampir setiap daerah memiliki kerajinan khas hasil keterampilan
masyarakatnya. Bagi masyarakat di daerah Cibereum, Kabupaten Tasikmalaya,
Jawa Barat, produk keterampilan khas mereka adalah tikar mendong.

Keahlian anyam-menganyam yang melekat di masyarakat Desa Cihideung inilah
yang menginspirasi Endang Kurniawan menekuni bisnis tikar mendong. Maklum,
saat itu, meski warga pandai menganyam tikar, mereka hanya membuatnya untuk
dipakai sendiri di rumah.

Awal merintis bisnisnya pada 1991, Endang yang waktu itu juga menyandang
profesi sebagai guru sekolah dasar hanya bermodal Rp 500.000. Dengan duit
pinjaman dari bank itu, ia memesan tikar dari tetangganya. "Saya hanya
pesan ke tetangga yang tikar hasil buatannya cukup bagus," tutur dia.

Lantas, di akhir pekan, Endang membawa hasil kulakannya ke Pasar Lama, Desa
Cihideung, Tasikmalaya. "Ternyata, banyak juga yang membeli tikar mendong
ini. Sekitar satu kodi tikar yang saya bawa selalu terjual," kenang dia.

Sejak awal, Endang hanya fokus ke kegiatan pemasaran. Meski bisa menganyam
tikar mendong sendiri, ia mengakui bahwa tikar buatannya kalah bagus
dibandingkan dengan karya para pemasoknya. "Tapi, sebagai pengusaha, saya
juga harus mengetahui seluk-beluk pembuatan tikar ini," kata dia. Dari
pengalamannya menjual tikar, Endang memahami selera pasar. Oleh karena itu
ia sering memberi pengarahan kepada perajin tentang model tikar yang
diinginkan konsumen.

Dengan fokus ke pemasaran, ayah tiga anak ini terus memperluas pasar.
Selain membuka lapak di pasar, ia juga menitipkan tikar-tikar itu ke
sejumlah gerai penjual peralatan rumah tangga. "Saya juga keliling, door to
door, di sekitar Kecamatan Cibereum hingga Kota Tasikmalaya untuk
menawarkan tikar ini," terang dia.

Pelan-pelan, penjualan tikar mendong terus meluas. Ia juga menjaring
beberapa distributor yang menjadi kepanjangan tangannya untuk memasarkan
kerajinan ini.



Yakinkan plasma

Sayang, saat usahanya mulai terlihat besar, ujian datang. Pada 1996, Endang
mendapat musibah. "Gudang saya terbakar, menghabiskan semua stok tikar
mendong," kata dia. Dia terpaksa mengulang produksi karena saat itu
tikar-tikar pesanan beberapa distributor turut ludes terbakar. Meski
begitu, supaya tak mengecewakan distributor, Endang berusaha tetap menepati
waktu sesuai perjanjian dengan distributor.

Musibah kebakaran gudang itu menjadi pelajaran berharga buat Endang. Rasa
kecewa pun terbayar, ketika Endang mendapat kesempatan untuk menjadi
pengusaha binaan Dinas Perdagangan, Kabupaten Tasikmalaya, pada 1997. Saat
itu, kebetulan, Dinas Perdagangan Tasikmalaya mengadakan pendampingan bagi
pengusaha yang ingin serius mengembangkan tikar mendong.

Selama setahun, ia rajin mengikuti pelatihan. Mulai dari pelatihan membuat
tikar mendong berkualitas, hingga konsep pengembangan pemasaran yang bagus.
Dari pendampingan juga, Endang mengenal sistem plasma dengan memberdayakan
masyarakat sekitar.

Seperti arahan yang didapatkan pada saat pendampingan, pria kelahiran
Tasikmalaya ini segera menerapkan sistem plasma. Selain memasok bahan baku,
Endang juga melatih anggota plasma membuat tikar mendong berkualitas. Pada
1998, masyarakat yang menjadi plasmanya sudah mencakup satu kecamatan.

Namun, dalam pengembangan plasma ini, Endang menghadapi tantangan
tersendiri. Ia harus meyakinkan masyarakat bahwa pekerjaan membuat tikar
bisa menghasilkan pendapatan. Maklum, saat itu, warga yang kebanyakan
petani tidak berpikir bahwa pembuatan tikar bisa menjadi pekerjaan
sampingan yang mendatangkan uang. "Saya meyakinkan bahwa hasil berapa pun
akan diambil karena saya sudah mempunyai pasar jelas," jelas Endang.

Keberhasilan warga memperoleh penghasilan dari tikar dengan cepat menyebar
dari mulut ke mulut. Hingga akhirnya, plasma produksi tikar mendong
berkembang hingga tiga kecamatan. Saat ini, selain 24 kepala keluarga di
Desa Cibereum, ada sekitar 14 kelompok plasma di Kabupaten Tasikmalaya yang
memasok Endang. Tiap kelompok terdiri dari 20 hingga 90 perajin.

Seiring dengan bertambahnya produksi tikar mendong, Endang juga terus
memperluas pasar. Lantaran menjadi binaan Dinas Perdagangan, CV Chahyati
Craft, bendera Endang, sering mengikuti pameran di Bandung. Dari pameran
itu, Endang bertemu dengan orang-orang yang ingin menjadi agen tikar
mendong. Kini, agennya telah tersebar di seluruh Nusantara.

Berkat pasar yang semakin luas, Endang mampu membukukan omzet 500 kodi
tikar saban bulan. Dengan harga jual rata-rata tikar Rp 55.000 per lembar,
bisnis Endang kini memutar uang hingga Rp 550 juta setiap bulannya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

An Evening in Paris.(Film India Jadul).

Laba Dari Tas Kaum Hawa.