Saefudin Dan Redy Dulang Sukses Dari Jajanan Sehat.

Niat untuk berbisnis bisa muncul kapan saja. Namun, banyak orang merasakan
niat kuat justru semasa saat menjadi pegawai, dan merasa karier serta
penghasilan yang diperoleh sudah mentok. Jika ingin berkembang, mereka
harus melakukan lompatan.

Gejolak seperti itu yang muncul dan mendorong Saefudin dan Redy Ardiansyah
bersalin status dari karyawan menjadi pengusaha. Niat berubah menjadi tekad
kuat setelah mereka melihat berbagai celah bisnis yang potensial. Maklum,
selama bekerja, Saefudin selalu berada di ring pertama pemilik perusahaan.
"Karena sering berhubungan dengan owner, saya bisa melihat ada peluang
bisnis," kata Saefudin yang pernah bekerja di tiga perusahaan berbasis
perikanan.

Berbumbu semangat dan keberanian, niat dan tekad Saefudin untuk menjajal
bisnis sendiri seolah tak terbendung. Ia juga mengajak sahabatnya semasa
kuliah, Redy Ardiansyah, terjun dalam bisnis perdagangan ikan pada 2006.
"Waktu itu masing-masing hanya setor modal Rp 15 juta," kata pria kelahiran
Batang, Jawa Tengah, ini.

Saefudin dan Redy memang tidak benar-benar melangkah dari nol. Mereka
memiliki cukup pengetahuan dan pengalaman di bisnis perikanan. Maklum,
keduanya lulusan Sekolah Tinggi Ilmu Perikanan di Jakarta. Saefudin pernah
menimba pengalaman di beberapa perusahaan pengolahan hasil laut. Redy
berbekal pengalaman bekerja di sebuah perusahaan pengolahan ikan asal
Jepang. "Saya juga pernah menjadi checker tuna," tutur Saefudin.

Untuk berdagang ikan, mereka menyewa sebuah gudang di kawasan Muara Baru,
Jakarta Utara. "Kami membeli ikan dari daerah seperti Bali, lalu kami jual
lagi," kata Saefudin.

Sayang, bisnis jual beli ikan ini hanya bertahan selama dua tahun. Meski
dia mengakui berdagang adalah usaha yang sederhana dan bisa mendatangkan
untung yang cepat, Saefudin tidak mampu mengimbangi perputaran bisnis ikan
yang cepat. "Kami hanya mampu ikut di pusaran. Bahkan, kadang ikan kami
jual tanpa untung," kenang pria 43 tahun ini.

Perjalanan selama dua tahun itu pun dianggap Saefudin sebagai proses
pembelajaran. Akhirnya, mereka menutup gudang di Muara Baru. "Sudah banjir,
sewanya mahal pula. Dalam hitungan bisnis, tak menutup ongkos operasional,"
kilah Saefudin. Dari situ dia berhasil memetik pelajaran: dalam berbisnis
harus bisa menciptakan pusaran supaya bisa mengendalikan bisnis.

Sehat dan aman

Untung saja, di sela-sela berbisnis ikan, mereka juga menjual produk
olahan, berupa bakso ikan. Saefudin dan Redy pun memilih untuk
memperbesarkan usaha bakso saja. "Karena, kami bertekad menciptakan
pusaran," terang dia.

Bakso sengaja dipilih karena mereka mengusung konsep jajanan yang bisa
dijual dalam satuan terkecil. Bukan bakso kuah, Saefudin ingin bakso ikan
ini menjadi bakso tusuk layaknya cilok. Jadi, bisa dibeli biarpun cuma satu
buah. "Selain tak memberatkan konsumen, ada kemungkinan mereka akan beli
lagi esok hari," jelas Saefudin.

Tak hanya itu, Redy yang paham benar akan produk pangan, juga menonjolkan
aspek makanan sehat karena kandungan ikan tuna dan aman (food safety) dalam
produknya. Selain memberi label halal, mereka juga menjamin mutu produk
melalui metode traceability. "Dengan tiga hal itu, kami meng-edukasi pasar
akan makanan dengan harga terjangkau tapi berkualitas," kata Saefudin.

Strategi itu pun berbuah manis. Dari berbagai promosi dan pameran, produk
bakso Sakana Indo Prima pun mendapat respons baik di pasar. Saefudin
berhasil menggaet sejumlah distributor dan agen sebagai kepanjangan
tangannya. Melihat pasar yang bertumbuh, Saefudin mendirikan pabrik sendiri
di Parung, Bogor, pada pertengahan tahun 2009 lalu.

Berhasil mendirikan pabrik, bukan berarti kerja keras berakhir. Selama enam
bulan pertama, dua sahabat ini selalu pulang larut malam. "Kami harus
selalu melakukan analisis proses produksi sehari-hari," kenang Saefudin.

Setelah menginjak tahun kedua, hasil jerih payah yang selama ini mereka
lakukan mulai tampak. Pasar dan produksi sudah mulai stabil. "Kami juga
baru terbebas dari berbagai utang," kata Saefudin. Produk Sakana pun juga
mulai merambah ritel modern.

Seiring waktu yang berjalan, pabrik Sakana pun terus bertambah luas. Dari
semula cuma berdiri di atas lahan 250 m2, kini pabrik sudah diperluas
hingga 1.200-an m2 dan mempekerjakan sekitar 100 orang. Dua tahun lalu
Saefudin juga mengembangkan pabrik di Semarang.

Produk olahan ikan mereka semakin berkembang, mengikuti permintaan pasar.
Tak hanya bakso, kini Sakana menjual lebih dari 15 item produk olahan ikan,
seperti nuget, siomai, otak-otak, dan lainnya. Saban hari pabrik mereka
mengolah sekitar empat ton bahan baku.

Kini Saefudin berencana mengembangkan produk untuk segmen konsumen di pasar
tradisional. "Pasar di segmen ini sangat besar, konsep kami sudah matang,"
ujar ayah dua anak ini. Selain itu, Sakana pun melirik dua lokasi di
Sumatra untuk pendirian pabrik baru.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

An Evening in Paris.(Film India Jadul).

Laba Dari Tas Kaum Hawa.