Buat Warga Dan Difabel Berbisnis Batik.

Dea Valensia Budiarto menyandang gelar sarjana di usia yang masih cukup
belia. Ia lulus dari Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Tangerang
program studi Sistem Informasi tahun 2013 pada usia 19 tahun.

Dea mengaku, sejak usia 22 bulan sudah dimasukkan orangtuanya ke play
group. Lalu pada usia lima tahun mulai masuk Sekolah Dasar (SD). Lulus SD
usia 11 tahun langsung melanjutkan pendidikan lanjutan ke Karangturi
Internasional School di Semarang.

Di sana, ia menyelesaikan sekolahnya selama empat tahun dan kemudian
melanjutkan ke perguruan tinggi di usia 15 tahun. "Aku mengikuti kelas
internasional biar lebih cepat masuk kuliah," ujarnya.

Saat memulai usaha Batik Kultur di Semarang, Dea masih kuliah semester
tiga. Kendati kuliah di Tangerang, tidak ada kendala baginya merintis
bisnis di Semarang.

Untuk mengakali persoalan waktu dan jarak itu, ia sengaja mengambil kuliah
pada hari Selasa sampai Kamis. Lalu pada hari Jumat ia pulang ke Semarang
untuk mengelola usahanya yang kala itu masih dibantu dua orang karyawan.
"Jumat saya pulang naik pesawat, lalu hari Selasa pagi balik lagi ke
Jakarta," tutur Dea, mengenang.

Dea merintis bisnis batik dari nol. Bisnis ini dimulai dengan memanfaatkan
lembaran kain batik kuno milik ibunya yang sudah mulai rusak.
"Saat awal memulai, saya saya punya 30 potong batik kuno hasil koleksi saya
dan juga miliki ibu," ujarnya.

Lembaran kain batik kuno itu diguntingnya sesuai pola yang dia suka. Dari
situ jadilah 20 potong pakaian untuk produksi perdananya. Beruntung Dea
memiliki paras cantik sehingga tak perlu mencari model untuk memamerkan
busana hasil produksinya. Ia sendiri yang menjadi model Batik Kultur dan
kemudian dipasarkan lewat Facebook.

Dalam berbisnis ia memiliki prinsip tidak akan menjual barang yang ia
sendiri tidak suka. Alhasil, semua produknya laris manis. Seiring
berjalannya waktu, bisnisnya terus berkembang. Jumlah karyawannya juga
terus bertambah. Setelah lulus kuliah, gadis yang lahir di hari Valentine
ini kembali ke Semarang dan fokus mengelola usahanya.

Kini, ia sudah memiliki 38 karyawan dengan kapasitas produksi mencapai 800
potong pakaian setiap bulannya. Ada yang menarik dari karyawan Dea. Ia
memperkerjakan masyarakat di sekitar domisilinya yang memiliki kesulitan
ekonomi dan orang-orang difabel.

Ia mempekerjakan tiga tuna wicara dan empat tuna rungu. Gadis yang akan
segera berusia 20 tahun ini memang ingin terus memberikan manfaat bagi
orang-orang di sekitarnya. "Saya ingin memberikan mereka kesempatan di
balik kekurangan mereka," katanya.

Kendati beberapa karyawannya cacat, bisnis yang dikelolanya justru tambah
maju. Bahkan batik produksinya kini banyak diminati konsumen di luar
negeri.

Hingga saat ini, konsumen Dea dari belasan negara. Selain lewat Facebook,
konsumen itu dia dapat dari sejumlah pameran, di dalam dan luar negeri. Di
luar negeri, ia pernah mengikuti pameran di Jepang. Dari pameran itu
usahanya terus berkembang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

An Evening in Paris.(Film India Jadul).

Laba Dari Tas Kaum Hawa.