Laba Dari Tas Kaum Hawa.

Membahas tentang fashion berarti berbicara tentang berbagai barang yang
menghias tubuh manusia, dari atas sampai bawah. Mulai penutup kepala,
pakaian, tas, hingga alas kaki. Ada pula segala macam aksesori yang
menempel di tubuh, seperti kalung, arloji, anting, dan sebagainya.

Sebagian besar pebisnis fashion menjadikan wanita sebagai target pasar
utama mereka. Pilihan itu wajar mengingat lebih banyak wanita yang peduli
pada penampilannya ketimbang kaum pria.

Nah, di antara aneka produk fashion, pakaian bisa dipastikan menempati
pangsa pasar terbesar. Meski demikian, bagi wanita yang menjadi target
pasar utama fashion, tas merupakan produk berikut yang paling diminati.
Bagi mereka yang peduli dengan penampilan, nilai sebuah tas tidak cuma
sebatas pada fungsi sebagai tempat penyimpanan barang.

Wanita yang f, akan cerewet dalam memilih tas apa yang akan digunakannya di
satu acara. Ini berarti tas juga berperan menentukan apik atau tidak
penampilan seseorang. "Umumnya yang disebut tas fashion memang tas yang
ditujukan untuk kaum wanita," tutur Endro Pranowo, pemilik tas merek
Ghendis.

Kendati tidak pernah menyandang sebagai kiblat fashion dunia, Indonesia
sangat potensial sebagai pasar. Konsumen fashion bukan cuma para pesohor,
melainkan meluas hingga ke kelompok menengah pula. Oleh sebab itu, potensi
bisnis tas fashion di negeri ini masih terbuka lebar.

Ada banyak argumen yang bisa mendukung pernyataan di atas. Sebut saja
jumlah penduduk wanita di negeri ini yang terbilang berlimpah. Belum lagi,
karakter konsumen Indonesia yang terbilang adaptif dengan berbagai tren
fashion yang masuk di Indonesia.

Dini Surono, pemilik tas merek Ciciero Bags bertutur bahwa selama tren
dunia fashion terus berputar, kebutuhan konsumen akan tas berkualitas dan
fashionable masih sangat tinggi. "Tidak bisa dipungkiri selama lima tahun
belakangan,
wanita Indonesia sangat melek fashion," tutur Dini.

Dia menambahkan, wanita Indonesia sudah mulai cerdas dalam memilah dan
memilih kebutuhan fashion yang juga sesuai dengan bujet mereka. Penuturan
Dini seakan menegaskan tentang cerahnya prospek bisnis tas fashion.

Jika Anda masih belum yakin pada peluang bisnis tas fashion, coba simak
pendapat Tina Yani. Wanita yang memproduksi tas berlabel Palomino itu
menuturkan selama para pelaku bisa mengikuti tren fashion, peluang untuk
membisniskan tas cantik masih terbuka lebar.

Pasar tas fashion terbilang luas karena peminatnya datang dari beragam
kelompok. Palomino mengincar wanita karier sebagai pasar utama untuk tas
fashion yang mereka produksi. Adapun Ghendis mengincar wanita yang gemar
menggunakan tas unik bernuansa kerajinan tangan. Adapun Ciciero mengincar
pangsa dewasa muda untuk setiap desain produk tasnya.

Alasan lain mengapa pasar tas fashion di Indonesia terbilang kuat adalah
negeri ini hanya memiliki dua musim. Baik Endro maupun Tina menuturkan, dua
musim yang menjadikan wanita Indonesia sangat adaptif dengan berbagai model
tas yang ada di pasar. Berbeda dengan negara lain yang terbilang sangat
pilih-pilih untuk menggunakan tas karena harus menyesuaikan dengan musim
yang berlangsung.

Potensi pasar yang luas membuat para pemain mencicipi manisnya usaha. Meski
masih enggan menyebutkan nilai omzet yang mereka cetak, pebisnis tas
fashion yang diwawancarai KONTAN menyebut, produksi per bulan mereka sudah
mencapai ribuan unit.

Ambil contoh Ghendis. Pabrik Ghendis yang berlokasi di Sleman, Yogyakarta,
bisa memproduksi ribuan tas per bulan untuk dilempar ke pasar.Produktivitas
Palomino tidak kalah dengan Ghendis. Brand tas lokal yang sudah eksis sejak
20 tahun lalu itu saban bulan bisa membukukan market sales antara 10.000
item–20.000 item. "Itu berarti, kapasitas produksi kami harus tiga hingga
lima kali lipat dari angka market sales," jelas Tina.

Prospek bisnis tas fashion juga tampak dari kiprah Ghendis dan Palomino.
Pada tahap awal, kedua produk itu hanya mempekerjakan paling banyak tiga
orang karyawan. Kapasitas produksi pun cuma puluhan item. Kini keduanya
sudah memiliki puluhan karyawan yang terbagi dalam berbagai divisi.

Menyiasati kurs

Jika ingin merintis bisnis tas fashion, kreativitas dan kepekaan terhadap
berbagai desain dan kebutuhan wanita saat ini merupakan kunci penting,
selain kemampuan mencari modal. Tina bilang, kita boleh melek tren dari
negara kiblat fashion, namun tidak selamanya apa yang laku di luar negeri
bisa mengulang prestasi yang sama di sini. "Tetap perlu pengembangan dan
penyesuaian untuk pasar di sini," tambahnya.

Pandangan yang dianut pengelola Ghendis, bahkan, lebih idealis. Bagi Endro,
tanpa meniru produk yang datang dari luar pun, kita bisa menciptakan tren
sendiri. Cara mengarahkan angin di pasar itu, antara lain dengan
memproduksi tas dari bahan baku lokal yang melimpah di daerah asal kita.

Perihal model tas, Endro berpendapat, bisa disesuaikan lagi dengan
kebutuhan pasar yang dituju. "Inovasi bisa melahirkan pasar baru dan jika
konsisten, bisa bertahan," papar Endro.

Agar peka fashion, banyak cara yang bisa Anda tempuh. Jalan yang paling
mudah antara lain menghadiri berbagai pameran fashion di dalam maupun luar
negeri. Internet juga bisa menjadi jendela untuk mengintip berbagai produk
yang sedang in. Tidak ada salahnya Anda juga menyempatkan diri menonton
acara fashion show. "Saya sendiri berusaha datang ke pameran di Eropa untuk
melihat tren tas per tahun atau bahkan per semester," jelas Tina. Hasil
jalan-jalan itu dijadikan Tina sebagai masukan saat merancang desain
produknya.

Bagi mereka yang tidak memiliki kesulitan mencari modal, jasa profesional
di bidang desain tas, atau membentuk tim kreatif, bisa menjadi pilihan
strategi merebut kunci bisnis ini. Endro sudah menerapkan strategi itu di
perusahaannya.

Karena idealismenya yang ingin menciptakan tren dalam negeri sendiri,
Ghendis memiliki tim kreatif sendiri untuk menciptakan berbagai model baru
Ghendis. "Sebelum kami launching, biasanya kami melakukan survei terlebih
dahulu untuk model dan peminatnya," tambah Endro.

Dana yang dibutuhkan sebagai modal awal di bisnis ini cukup beragam,
tergantung pada keinginan Anda. Semakin besar kapasitas produksi yang Anda
rancang, dan semakin banyak desain yang ingin Anda lepas, tentu semakin
besar pula kebutuhan modal awal Anda.

Jika ingin memulai dari skala kecil, modal yang digelontorkan bisa di bawah
puluhan juta. Ambil contoh Endro yang merintis merek Ghendis dengan
bermodal uang Rp 1 juta saja. Kala itu Endro memulai Ghendis dari skala
kecil. Bahkan untuk kegiatan produksi, tidak melibatkan banyak mesin. Bisa
dibilang, proses produksi Ghendis pada tahap awal dilakukan secara manual.

Ilustrasi tentang seberapa besar modal yang dibutuhkan lebih jelas terlihat
pada penuturan Dini. Jika ingin memulai usaha di bidang tas fashion dengan
skala besar, modal yang dibutuhkan bisa melampaui Rp 100 juta. Nilai
investasi bisa tinggi karena harga mesin tas rata-rata mendekati angka
tersebut. Maklumlah, kebanyakan mesin pembuat tas di sini merupakan barang
impor. Ketika pertama kali mengibarkan bendera Ciciero, Dini menghabiskan
modal untuk membeli mesin serta stok bahan baku.

Selain skala produksi yang menentukan besar modal yang dibutuhkan, bahan
baku yang digunakan juga berpengaruh besar. Tina bilang, jika ingin
menggunakan barang impor sebagai bahan baku tas, modal yang dibutuhkan
berkisar ratusan juta. Hal tersebut dikarenakan untuk membeli bahan tas
impor biasanya dikenai kuota dari pabrik bahan di luar negeri. Tina bicara
demikian karena memang bahan baku utama tas yang dia produksi adalah PVC
impor dari China.

Kalau modal yang Anda miliki tidak terlalu besar, cara yang bisa Anda
tempuh untuk menyiasatinya adalah membeli bahan baku sesuai dengan jumlah
tas yang akan diproduksi. Bahan baku tas bisa dibeli sesuai dengan
kebutuhan saja di pusat-pusat tekstil. "Tanah Abang dan Bandung," ujar Tina.

Endro melontarkan pendapat senada: jika ingin memulai usaha dengan skala
kecil, belanjakan modal yang ada sesuai dengan kebutuhan atau melakukan
pesanan jangan dalam jumlah berlebihan.

Bahan baku yang digunakan pun bisa beragam sesuai dengan keinginan kita.
Endro, misalnya, menggunakan bahan baku hasil produksi lokal. Adapun bahan
dasar tas yang ia pergunakan beraneka ragam, mulai dari tekstil, kulit
hingga rotan. Endro menuturkan, untuk mendapatkan bahan baku tersebut, ia
langsung mendatangi sentra produksi yang ada di dalam negeri. Berdasarkan
pengalamannya saat ini pusat-pusat pemasok bahan tas sudah tersebar luas di
Indonesia. Walau, kebanyakan penjual bahan tas masih terpusat di Pulau
Jawa. "Ya seperti pusat bahan baku jins di Bandung," tambah dia.

Lain lagi dengan Tina dan Dini yang menggunakan bahan impor sebagai bahan
baku utama produk mereka. Tina menggunakan bahan PVC impor dari China
karena kualitasnya lebih tahan lama dan tidak mudah sobek. Alasan Tina
memilih PVC buatan China karena kualitasnya yang lebih baik dibandingkan
dengan PVC buatan produsen lokal. Ragam warna PVC buatan luar pun lebih
banyak dibandingkan produk buatan dalam negeri.

Namun jika ingin menggunakan produk impor sebagai bahan baku, ada baiknya
Anda mengingat tips Dini. Produsen tas yang mengandalkan bahan dari luar
negeri harus siap dengan harga beli bahan yang fluktuatif, mengikuti laju
nilai tukar rupiah terhadap dollar. Di saat harga dollar sedang tinggi
seperti sekarang, Anda harus punya jurus yang jitu. Salah satu cara paling
sederhana menyiasati kurs adalah menimbun bahan baku yang awet.

Kunci sukses lain di bisnis ini adalah kemampuan menjahit, termasuk
kemampuan menggambar pola. Jika pola sudah didapat, kemampuan pemotong pola
dan penjahit sangat dibutuhkan. Bagi pebisnis tas, pekerja yang ahli
memotong dan menjahit, jelas penting.

Untungnya, di negeri ini, sumber daya dengan keahlian semacam itu terbilang
banyak. Ghendis dan Ciciero, misalnya, memperkerjakan 100% orang Indonesia
di tempat pembuatan tas mereka. Sedangkan bagi Palomino, karena skala
produksi tasnya sudah mencapai puluhan ribu dan sangat sulit menemukan
mereka yang bisa menjahit tas, sebagian pekerjaan mereka alihkan ke pembuat
tas di China secara maklun.

Soal perizinan, bisa dibilang tidak sulit. Jika ingin mulus dalam mengurus
izin, cara Ghendis bisa ditiru. Karena berstatus binaan Dinas Pariwisata
dan Perindustrian, Ghendis mendapat kemudahan mengurus perizinan. "Hal itu
terjadi karena mereka juga ingin agar binaan mereka juga berkembang. Maka,
soal perizinan pasti dipermudah," kenang Endro.

Promosi online

Agar produk dilirik, seperti bisnis yang lain, kegiatan promosi harus
gencar dilakukan pengusaha tas. Pemasaran di masa kini, bisa dilakukan
secara offline maupun online.

Pemasaran dengan gaya konvensional alias offline bisa Anda lakukan dengan
memajang produk di aneka pusat belanja. Mudah ditebak alasannya. Pusat
ritel merupakan tempat yang kerap didatangi target market dari tas fashion.
Saat ini, baik Tina, Endro, maupun Dini memajang produk mereka di beberapa
pusat ritel.

Yang perlu Anda pikirkan adalah memilih pusat belanja apa saja yang akan
dijadikan etalase untuk memajang tas buatan Anda. Tentu, Anda harus memilih
pusat belanja yang sesuai dengan pasar yang disasar. Tina mencontohkan,
jika pangsa pasarnya adalah wanita pekerja, mal di daerah Jakarta Selatan
dan Pusat layak menjadi pilihan. Alasan dia, mal di kawasan itu relatif
dekat dengan perkantoran dan kampus. "Sedangkan kalau mal di daerah
biasanya lebih dekat dengan perumahan," tutur Tina.

Selain itu, tingkat kesadaran fashion masyarakat di sekitar sentra ritel
bisa menjadi patokan. Dengan pertimbangan semacam itu, mal di kawasan
Jabodetabek layak dipilih sebagai tempat pemasaran. Pusat belanja yang ada
di kota besar Pulau Jawa, seperti Bandung, Yogyakarta, Solo, Bali, dan
Surabaya juga patut menjadi tempat promosi.

Ghendis membenarkan keterangan bahwa permintaan terhadap tas fashion di
daerah juga tinggi. Showroom tas semacam itu saat ini tersebar di
Yogyakarta, Medan, Semarang, Samarinda, Bali, Surabaya, dan Bogor. Selain
itu, Ghendis juga membuka gerai di Jakarta, Bali, Solo, Semarang, Surabaya,
dan Medan. Bahkan, Palomino memajang produknya juga di pusat belanja di
Manado, Makasar, serta Bandung.

Penjualan melalui online juga patut dilirik. Pentingnya internet sebagai
jagad pemasaran ditegaskan ketiga pemain. Alasan mereka, tren belanja
melalui online semakin subur. Saat ini, sekitar 70% penjualan tas Ghendis
datang dari jalur online. Pemasaran secara online merangkul mereka yang
sudah menyadari keterbatasan waktu dan jarak.

Satu lagi inspirasi datang. Siapa mau memulai?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

An Evening in Paris.(Film India Jadul).